Assalamu'alaikum Wr.Wb

Self Efficacy


2.5       Keyakinan Diri Mampu (Self efficacy)

2.5.1    Definisi Keyakinan Diri Mampu (Self efficacy)
Perilaku manusia dalam perspektif teori belajar sosial ( social learning theory ) terkait erat dengan lingkungan dan situasional. Dalam pandangan belajar sosial, perilaku manusia, variabel individu dan lingkungannya melakukan interaksi secara terus-menerus dan timbal balik, hal ini dinamakan reciprocal determinism (Bandura, 1986a). Jadi manusia dan lingkungan berada dalam dimensi saling mempengaruhi secara timbal-balik (Atkinson, 1999). Atas dasar itulah posisi perilaku manusia sebagian besar dijelaskan dalam sebuah terminologi bahwa manusia dan lingkungan berada pada fungsi saling terikat dan saling melengkapi, sehingga hubungan timbal balik tersebut akan menentukan perilaku manusia (Hjelle & Ziegler, 1992; Luthan, 1995; Glanz, Lewis, Rimer, 1997).
Dalam teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura, di dalamnya ia memberikan penekanan penjelasan tentang proses imitasi dan proses kognitif yang berlangsung dalam observational learning. Begitu juga di dalamnya Bandura mengungkapkan mengenai hubungan diantara situasi, perilaku dan hasilnya direpresentasi melalui proses kognitif. Kaitannya dengan itu, Albert Bandura dalam teorinya melihat tentang proses kognitif sebagai proses yang mengantarai munculnya perilaku, khususnya tentang proses persepsi diri yang akan menyediakan perilaku dari masing-masing individu, yang dalam hal ini adalah tentang keyakinan diri mampu atau self efficacy.
 Untuk pertama kalinya keyakinan diri mampu atau self efficacy diperkenalkan oleh Bandura, sebagai kontributor yang penting untuk membentuk intensi dan aksi dari perilaku (Smet, 1994; Glanz, Lewis, Rimer, 1997), menurutnya self efficacy adalah :
People’s perception of their competence in dealing with their environment (Miller, Patricia. p: 205).

Bandura (1982), mendefinisikan keyakinan diri mampu atau self efficacy sebagai suatu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku, dan hal ini dengan situasi yang dihadapi oleh seseorang tersebut.
Menurut sumber yang lain, Bandura (1986) mendefinisikan keyakinan diri mampu atau self efficacy:
Perceived self efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and execute the courses of action required to produce attainments (Bandura, Albert. 2002).

Self efficacy merupakan suatu keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk mencapai tipe-tipe kerja yang dimaksud (Bandura, 2002). Hal ini tidak tergantung pada jenis-jenis keterampilan atau keahlian apa yang dimiliki seseorang tersebut, tetapi berhubungan dengan keyakinannya tentang apa yang dapat dilakukannya dengan berbekal keterampilan atau keahlian apa pun yang dimilikinya
“… is concerned not with the number of skills you have, but with what you believe you can do with that you have under a variety of circumstances” (Bandura, 1997).

Hal senada diungkapkan oleh ahli lainnya, Elliot dkk. (2000) mengemukakan bahwa perceived self efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk mengontrol kehidupan perilakunya. Maka dapat dijelaskan bahwa perceived self efficacy tidak hanya berkaitan dengan sejumlah keterampilan yang dimiliki seseorang, melainkan menyangkut keyakinan untuk melakukan sesuatu dengan kemampuan yang dimiliki dalam berbagai kondisi.
Lebih lanjut Bandura mengungkapkan, bahwa seorang anak atau individu memerlukan kemampuan atau keterampilanya dalam menguasai dan menyelesaikan tugasnya, tetapi jika mereka tidak merasakan bahwa mereka mampu untuk mempergunakan kemampuan dan keterampilannya secara aktual, maka mereka akan gagal atau bahkan tidak akan berusaha untuk untuk menguasai dan menyelesaikannya. Menurut Bandura lebih lanjut mengenai keyakinan diri mampu atau self efficacy, memiliki beberapa implikasi, diantaranya untuk memotivasi anak atau individu untuk lebih termotivasi dalam menghadapi tantangan atau tugas dengan mempergunakan keterampilannya, kemudian mendorong anak atau individu untuk menjadi pelajar mandiri secara langsung (learners self-directed) (Miller, Patricia. 1983).
 Terkait dengan hal tersebut kedudukan perceived self efficacy yang tinggi dapat menjadi faktor pembangkit motivasi untuk bertindak atau pengontrol penyesuaian diri seseorang, sebaliknya perceived self efficacy yang rendah bisa menjadi penghambat utama dalam pencapaian tujuan perilaku tertentu (Schwazer & Renner, 2000; Brown, 2002).

2.5.2    Sumber Keyakinan Diri Mampu (Self efficacy)
Perceived self efficacy individu sebagai pendorong terjadinya intensi perilaku dan aksi perilaku, kualitasnya akan tumbuh dan berkembang secara bertahap berdasarkan pengetahuannya tentang keyakinan diri mampu atau self efficacy dalam berbagai situasi melalui salah satu atau kombinasi dari  beberapa sumber dari perceived self efficacy yang berpengaruh dari empat macam sumber informasi, yaitu :
1.      Pencapaian pengalaman secara aktif (enactive mastery experience)
            Informasi ini didapatkan dengan melihat pada keberhasilan atau kegagalan diri sendiri, tentang seberapa besar dia dapat menyelesaikan suatu tugas. Keberhasilan pencapaian pengalaman aktif ini akan dapat meningkatkan self efficacy, sedangkan orang yang tidak pernah mengalami pencapaian tersebut cenderung akan menurunkan keyakinan diri mampu atau self efficacy.
2.      Belajar dari pengalaman orang lain (vicarious experience)
            Informasi ini didapatkan, baik dari pengalaman keberhasilan dan kegagalan dari diri sendiri maupun orang lain, informasi ini menyediakan secara langsung mengenai kemampuan memprediksi dan mengatasi ancaman-ancaman untuk mengembangkan dan membuktikan keyakinan diri mampu atau self efficacy yang kuat. Pengalaman orang lain yang memiliki kesamaan, yaitu mampu melakukan sesuatu dengan berhasil, dapat meningkatkan keyakinan diri mampu atau self efficacy seseorang dan sebaliknya, dengan mengamati orang lain yang dipresepsikan memiliki kompetensi yang sama tetapi mengalami kegagalan, meskipun telah berusaha keras, akan merendahkan penilaian seseorang tentang kemampuannya dan menurunkan usahanya (Bandura, 1986).
            Secara umum, keberhasilan akan meningkatkan keyakinan diri mampu atau self efficacy, sedangkan kegagalan akan menurunkan keyakinan diri mampu atau self efficacy.
3.      Pengalaman persuasif verbal (persuasive  experience)
            Persuasi dapat berupa persuasi sosial (orang lain yang menyakinkan bahwa kita dapat melakukan sesuatu) atau persuasi diri (meyakinkan diri sendiri) Zimbardo (1985). Jadi dalam hal ini untuk memperkuat keyakinan diri mampu atau self efficacy seseorang dapat dilakukan dengan pemberian persuasi bahwa individu mampu menguasai aktivitas sehingga dapat mendorong usaha yang lebih besar dari individu tersebut. Maka dengan kepercayaan akan self efficacy nya itu pula individu akan mencoba dengan keras untuk lebih sukses serta dapat mendorong perkembangan dari keterampilan dan efficacy dari individu tersebut.
4.      Pembangkit fisiologis dan afektif
            Individu mengamati tingkat efficacy dengan memperhatikan reaksi emosional dalam mengahadapi situasi. Individu dengan tingkat keyakinan diri mampu atau self efficacy yang tinggi, maka mereka lebih suka untuk memandang bahwa status afeksi mereka dalam keadaan yang terbangkit, begitu juga sebaliknya ketika mereka merasakan keraguan maka mereka merasa bahwa keterbangkitannya sedang mengalami penurunan.  Sementara itu indikator fisiologis dari efficacy memerankan peran pengaruh khususnya dalam fungsi kesehatan dan aktivitas fisik lainnya.

2.5.3        Proses Keyakinan Diri Mampu (Self efficacy)
Berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan tentang proses psikologis dalam perceived self efficacy, banyak menjelaskan tentang pengaruhnya terhadap keberfungsian manusia. Proses di dalam keyakinan diri mampu atau self efficacy, diantaranya :
1.  Proses Kognitif
Keyakinan self efficacy mempengaruhi proses kognitif dengan berbagai variasi bentuk. Banyak perilaku manusia menjadi lebih bertujuan dengan mewujudkan tujuan-tujuan yang bernilai dalam dirinya.
Setting tujuan individu dipengaruhi oleh penilaian diri tentang kemampuannya. Dengan perasaan keyakinan diri mampu atau self efficacy yang kuat, maka akan terdapat tantangan yang lebih tinggi tingkatnya yang akan dihadapi oleh individu tersebut. Individu percaya bahwa bentuk efficacy nya sebagai suatu tipe skenario antisipasi yang mereka bangun dan mereka lakukan dan rasakan berulang-ulang. Dengan perasaan efficacy yang tinggi, maka akan memvisulisasikan skenario keberhasilan dan menyediakan arah yang positif serta memberikan dukungan dalam penampilannya.
Keyakinan diri mampu atau self efficacy sangat penting perannya bagi individu ketika ia dihadapkan pada suatu tugas atau tuntutan. Individu dengan keyakinan diri mampu atau self efficacy yang tinggi, ketika dihadapkan pada suatu tugas maka akan membuatnya tertantang dan melakukan sebuah cara berfikir yang analtik, hal ini berkebalikan dengan individu yang memiliki keyakinan diri mampu atau self efficacy yang rendah maka akan mengalami kebingungan.
2.  Proses Motivasional
Keyakinan diri tentang self efficacy, mempunyai peran kunci atau peran penting dalam meregulasi motivasi. Individu memotivasi dirinya dan mengarahkan dirinya dengan melatih cara berfikir yang lebih maju.
Keyakinan diri mampu atau self efficacy, memberikan kontribusi terhadap motivasi diri, dalam beberapa jalan, yaitu : menentukan tujuan dari masing-masing individu, seberapa besar usaha yang harus dilakukan, seberapa lama mereka akan mengahadapi kesulitan, ketahanannya dalam menghadapi kegagalan.
            Dengan keyakinan diri yang tinggi tentang keyakinan diri mampu atau self efficacy nya maka akan mereka akan mempergunakan upaya yang sangat kuat ketika mereka akan menghadapi sebuah kegagalan, sehingga akhirnya mampu menguasai tantangan tersebut.
3.  Proses Afeksi
            Individu percaya, bahwa kemampuan coping nya mempengaruhi sejauh mana derajat stress dan depresinya, ketika mereka sedang mengalami suatu keadaan yang mengancam. Perasaan self efficacy mempunyai peran yang penting dalam mengontrol, perasaan cemas ketika menghadapi suatu stresssor. Individu yang tidak mempercayai dirinya untuk dapat mengontrol dan mengelola pengalaman yang mengancam, maka akan megalami kecemasan yang sangat tinggi, sebaliknya dengan kepercayan yang tinggi akan keyakinan diri mampu atau self efficacy nya maka individu tersebut dapat mengontrol situasi yang mengancam tersebut dan akan menjadikannya sebuah tantangan.
4.  Proses Selektif
Dalam proses ini, lebih memfokuskan diri tentang akivitas proses efficacy dari individu tersebut dalam menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan dan melatih kontrol dalam kesehariannya. Ciri khas Efficacy dari masing-masing individu akan membentuk dan mempengaruhinya untuk memilih tipe aktivitas dan lingkungannya, apakah mereka akan menghindari aktivitas dan lingkungan tertentu ataukah mereka akan menghadapi tantangan aktivitas dan lingkungannya.

2.5.4        Perkembangan dan Pelatihan Keyakinan Diri Mampu (Self efficacy) selama rentang kehidupan
Periode yang berbeda dan tipe kejadian hidup yang terjadi menuntut indiviu untuk tetap berfungsi secara sukses. Banyak sekali jalan kehidupan yang dilewati oleh individu, hal ini pun senada dengan, tentang bagaimana keyakinan diri mampu atau self  efficacy individu tersebut dalam mengelola kehidupannya. Dalam bagian ini kita akan membahas tentang perkembangan keyakinan diri mampu atau self efficacy individu selama rentang kehidupannya. Perkembangan dan pelatihan keyakinan diri mampu atau self efficacy, meliputi beberapa tahapan dan bagian, diantaranya :
      1.  Kesan Yang Murni dari Agen Individu
Anak yang baru dilahirkan, hadir tanpa membawa suatu kesan, mereka mengeksplorasi pengalamannya berdasarkan apa yang mereka lihat dan mempengaruhinya untuk menciptakan tindakannya, dan hal ini lah yang menjadi dasar perkembangan dari keyakinan diri mampu atau self efficacy.
      2.  Keluarga Sebagi Sumber keyakinan diri mampu (Self efficacy)
Eksplorasi yang awal dan aktivitas bermain, memberikan kesempatan bagi anak untuk memperluas dan mengulang keterampilan dasarnya serta keyakinan diri mampu atau self efficacy nya.
Hal ini terjadi ketika anak dalam lingkungan keluarga, yaitu dengan menyediakan kesempatan bagi anak, dengan memperkaya lingkungan fisiknya, memberikan kebebasan untuk bereksplorasi dalam lingkungan sosial dan kognitifnya, sehingga mampu membentuk self efficacy nya.
3.  Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perluasan keyakinan diri mampu (Self efficacy)
Anak cenderung untuk memilih teman sebayanya, yang memiliki kecenderungan minat dan nilai yang sama. Pemilihan kelompok teman sebaya ini mendorong dalam pembentukan keyakinan diri mampu atau self efficacy bagi anak. Gangguan dan kekurangan dalam hubungan dengan teman sebaya dapat mempengaruhi perkembangan keyakinan diri mampu atau self efficacy, dan kemungkinan akan menurunkan keyakinan diri mampu atau self efficacy, sehingga akan cenderung menghindari lingkungan teman sebayanya, sehingga penerimaan dari teman sebayanya pun menjadi rendah.
4.  Sekolah Sebagai Agen Penanam keyakinan diri mampu (Self efficacy)
Selama perkembangan periode ini, sekolah mempunyai fungsi untuk mengolah  kemapuan kognitifnya. Di sekolah anak belajar untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan pemecahan masalah dan berpartisipasi secara efektif terhadap lingkungannya. Maka secara tidak langsung penguasaan keterampilan kognitifnya dapat mengembangkan perasaan tentang efficacy intelektualnya.
5. Perkembangan keyakinan diri mampu (Self efficacy) Melalui Transisi Pengalaman Pada Masa Remaja
Perkembangan masa remaja, mendekati masa dewasa, maka mereka dituntut untuk mempelajari keterampilan dan tanggung jawab untuk masa perkembangan selanjutnya. Dengan perkembangan kemandiriannya selama masa remaja, maka akan mendorong perkembangan efficacy nya dengan mempelajari keterampilan bagaimana untuk menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan.
6. Self efficacy Pada Orang Dewasa
Individu yang baru memasuki dewasa muda akan belajar untuk menghadapi dan menanggulangi tuntutan yang muncul dari hubungan pernikahan, orang tua dan karier. Dalam hal ini keyakinan diri mampu atau self efficacy sangat penting untuk mendukung dan meningkatkan kompetensinya dalam menyelesaikan dan menguasai suatu tugas. Maka dengan tingkat keyakinan diri mampu atau self efficacy yang tinggi maka akan mendukungnya dalam menghadapi permasalahan yang baru ditemuinya, baik dalam perkejaan, dan hubungan dalam berumah tangga.
7. Penilaian Kembali Dari Self efficacy Selama Dalam Usia Lanjut
Dalam tahapan ini lebih memfokuskan pada perkembangan biologis, pada usia lanjut biasanya mengalami penurunan kapasitas dan kemampuan fisik atau biologis, begitu juga hal ini akan mempengaruhi penilaian terhadap keyakinan diri mampu atau self efficacy nya.
           
2.5.5        Peranan Keyakinan Diri Mampu (Self efficacy)
Hasil penelitian lainnya dari Lee & Bobko (1994) menemukan bahwa individu yang memiliki sense of self efficacy kuat pada situasi tertentu akan mencurahkan semua usaha dan perhatiannya sesuai dengan tuntutan dari situasi tersebut dalam mencapai tujuan dan kinerja yang telah didesainnya. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Wood, dkk. (1990) yaitu dengan keyakinan diri mampu atau self efficacy tinggi mampu mengarahkan pada penyusunan tingkat tujuan yang lebih tinggi. Keyakinan diri mampu atau self efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu, dan perubahan self efficacy dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku terutama dalam penyelesaian tugas dan tujuan               (Philip & Gully, 1997). Konsekuensinya, hal tersebut mengarahkan pada perubahan penetapan tujuan yang dilakukan individu. Perubahan tujuan pada tingkat lebih tinggi menuntut individu tersebut melakukan perubahan perilaku seperti usaha yang lebih keras dan konsentrasi lebih tinggi untuk mencapai tujuan baru yang ditetapkan.

2 komentar: